Film Genius, 2016; Tentang Seorang Penulis dan Editor

Genius

film genius

Sinopsis

(Disclaimer: Tulisan ini mengandung spoiler)

Di sebuah jalan raya di New York, pada suatu hari di musim hujan 1929, dengan jacket dan rambut acak-acakan, Thomas Wolfe memandangi Charles Scribner’s Sons, sebuah tempat percetakan dan penerbitan buku yang tetap terkenal sampai hari ini. Setelah menginjak puntung rokoknya di antara riuh rendah suara rintik hujan, dia pun melangkah dengan rasa percaya diri yang sudah terkumpul.

Pada setiap langkah, Tom teringat tentang hari-hari yang telah dia lalui bersama Max.

***

Pertama kali Tom memasuki ruang kerja Max, dia tampak takjub dengan deretan buku yang menghiasi lemari di samping meja kerja Max. “Kecuali Destoyevsky,” kata Max ketika Tom bertanya tentang para penulis novel itu.

Saat itu, dengan pembawaan yang penuh semangat dan tampak akrab, Tom mengatakan bahwa dia ingin mengambil manuskrip yang beberapa waktu dikirim ke Charles Scribers’s Son. Namun, begitu Max mengatakan bahwa mereka bermaksud menerbitkan novel itu, Tom tampak tak percaya. Lebih dari itu; ia tampak seperti patung – itu kabar terbaik yang ia terima mengingat setiap penolakan yang ia dapat dari setiap penerbit di New York.

Sejak saat itu, Tom dan Max banyak menghabiskan waktu bersama. Max bahkan mengajak Tom tidur dan makan di rumahnya. Dan, beberapa waktu kemudian, novel itu pun siap untuk diterbitkan. Kabar baik lainnya, novel itu menjadi novel yang laris di pasaran dan membuat nama Thomas Wolfe melambung.

Setelah novel pertamanya terbit, Tom kembali menemui Max di ruang kerjanya dengan membawa tiga kotak kayu yang sarat akan kertas yang diikat dengan tali, seolah-olah setiap ikatannya berarti satu bab. Melihat tumpukan kertas yang mungkin berbau apak itu, Max meminta waktu untuk membacanya.

Tom kembali mendatangi Max pada hari lain. Di atas meja di ruang kerja Max, naskah-naskah itu sudah dipilah-pilah. “Kita setidak-tidaknya membutuhkan waktu sembilan bulan untuk menyelesaikan novel ini,” ucap Max. Itu waktu yang sama bagi seorang perempuan hamil sampai dia melahirkan. Yang pasti, sejak saat itu, Tom kembali menghabiskan waktu bersama Max – lebih dari sebelumnya; Tom bahkan menambah atau mengurangi isi novelnya di tempat-tempat mana saja yang memungkinkan ia melakukannya.

Kadang-kadang, ketika sedang berdiksusi, mereka juga melakukannya dengan suara lantang yang membuat urat leher mereka tampak tegang dan nyaris putus. Sekali waktu, pada suatu malam yang dingin, bersama rasa lelah dan keakraban yang telah tercipta, mereka mendatangi sebuah kafe dan menikmat beberapa gelas burbon sambil menikmati musik jazz. Di tempat yang penuh sesak dengan bau alcohol, keringat orang asing, dan suara hentakan kaki di lantai, Max tampak senang; sesekali kakinya bergoyang dan Tom menyadari hal itu.

“Ayo, Max,” seru Tom. “Rasakan!”

Akhirnya, beberapa waktu kemudian, novel itu pun selesai. Of Time anda The River. Sebelum diterbitkan, Tom meminta agar pada halaman depan dituliskan; “Novel ini didedikasikan untuk Max…”

Mendengar penuturan itu, Max tampak tak senang. “Editor harus tetap anonim,” ucapnya. Dia juga menganggap bahwa hal itu hanya akan mengurangi rasa percaya pembaca terhadapa penulis. 

Ketika novel itu terbit, ia pun disambut baik oleh pembaca – khususnya dalam bentuk ulasan di koran atau di majalah. Dan untuk mengobati rasa lelah, setelah novel itu terbit, Tom mengunjungi Paris untuk sementara waktu. Kabar tentang pujian dan ulasan novel itu ia dapat dari surat-surat yang dikirim oleh Max.

Sekembalinya dari Paris, Tom menemui Max di rumahnya. Pada malam itu, Fizgerald dan istrinya juga ada di sana, di ruang makan rumah Max, dan mereka sedang makan bersama. Seperti Tom, Fizgerald juga seorang novelis dan dia telah mendahului Tom dalam hal ketenaran. Namun, karena satu dan lain hal, lelaki itu seperti kehilangan kemampuan menulisnya. Tom, yang mengetahui hal itu, memberi respon yang membuat Max mengerutkan kening – begitulah mereka membuat jarak antara satu dengan yang lain. 

Akhirnya, pada musim hujan tahun itu, Tom kembali menemui Max di ruangan kerjanya, sebuah tempat di mana mereka pernah tertawa dan berdiskusi habis-habisan. Tetapi, Tom tidak datang untuk mendiskusikan novel barunya; ia datang dan untuk menceritakan tetang masa kecilnya, tentang ayah yang pergi meninggalkannya, tentang jalan panjang di mana ia melihat ayahnya untuk yang terakhir kali, dan tetang semua hal yang telah mendekap lama di pikirannya. Sebagai pendengar yang baik dan tidak mempunyai solusi, Max membiarkan Tom pergi untuk mencari jawaban atas kegalauannya.

Dari ruang kerja Max yang penuh buku dan kertas, dengan pakaian yang masih lembab, Tom pun keluar. Angin dan hujan membuat tubuhnya semakin dingin. Dia kemudian berhenti di sebuah pantai, memandang ke depan dengan perasaan yang sama ketika kau kehilangan kekasihmu. Dan, entah mengapa, Tom kemudian roboh seperti pohon yang ditiup angin.

“Tuberkulosi otak,” kata dokter yang menangani Tom. Dari ruang kamar rumah sakit yang hangat, Tom pun dipindahkan ke kuburan yang dingin dan gelap.***

Catatan;

Filem ini diangkat dari buku Max Perkins; Editor Of Genius, karya A. Scoot Berg, dan filem ini bergendre drama biografi dan diproduksi pada Oktober 2014 di Manchester dan rilis pada Juni 2016.



Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Film Genius, 2016; Tentang Seorang Penulis dan Editor"

Posting Komentar

jadi, apa yang kita bisa diskusikan?